Rabu, Desember 30, 2009

NASKAH AKADEMIK PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

NASKAH AKADEMIK PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN


  1. .LATAR BELAKANG

    1. Rendahnya tingkat kebugaran jasmani peserta didik pada sekolah dari semua tingkat satuan pendidikan di Indonesia dapat dijadikan satu petunjuk umum bahwa mutu program pendidikan jasmani di Indonesia masih rendah. Dari survei yang dilakukan oleh Pusat Kesegaran jasmani Depdiknas terdahulu, diperoleh informasi bahwa hasil pembelajaran Penjas di sekolah secara umum hanya mampu memberikan efek kebugaran jasmani terhadap kurang lebih 15 persen dari keseluruhan populasi peserta didik. Sedangkan dalam penelusuran sederhana lewat test Sport Search (instrumen pemanduan bakat olahraga) dalam aspek yang berkaitan dengan kebugaran jasmani peserta didik SMU, peserta didik Indonesia rata-rata hanya mencapai kategori "Rendah" (Ditjora, 2002).

  1. Rendahnya mutu hasil pembelajaran pendidikan jasmani pun dapat disimpulkan dari keluhan masyarakat olahraga yang mengindikasikan bahwa mutu bibit olahragawan usia dini dari sekolah-sekolah kita sangat rendah. Keluhan ini dapat dikaitkan dengan dua hal. Pertama, para calon olahragawan kita memiliki kelemahan dalam hal kemampuan motoriknya, dari mulai kecepatan, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, dan kesadaran ruangnya; kedua, para calon olahragawan kita pun sekaligus memiliki kekurangan dalam hal kemampuan fisik, terutama dalam hal daya tahan umum, kekuatan, kelentukan, power, dan daya tahan otot lokal.
  2. Belum lagi jika ukuran kinerja atau efektivitas PBM Penjas tersebut dinilai dari aspek lain yang seharusnya terintegrasi dalam Penjas. Sebagai contoh kualitas proses yang seharusnya dapat terlihat dari Penjas yang baik, seperti bagaimana guru menerapkan model pengembangan disiplin, pengajaran yang bernuansa DAP (developmentally appropriate practice = praktik pengembangan yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan peserta didik), kesadaran guru dalam mengembangkan bukan hanya aspek fisik dan motorik, tetapi aspek kognitif dan mental sosial serta moral peserta didik, yang dipercayai oleh para ahli dapat mengembangkan nilai-nilai dan karakter positif pada diri peserta didik.
  3. Tentu menjadi pertanyaan, mengapa mutu hasil pembelajaran penjas di Indonesia bisa sedemikian rendah? Apakah karena faktor guru yang juga kualitasnya rendah? ataukah disebabkan faktor lain seperti sarana dan prasarana yang tidak memadai? Ataukah semua kelemahan ini harus dialamatkan pada kurikulum yang tidak relevan, serta kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat dalam hal pentingnya pendidikan jasmani?
  4. Menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas tentu tidak mudah. Diperlukan penelusuran cermat yang melibatkan berbagai alat telaah multidisipliner, baik yang melibatkan tinjauan dari aspek filosofis, sosiologis, psikologis, budaya, ekonomi serta politik. Namun dalam wilayah praksis, kita dapat mendekati permasalahan ini dalam hubungannya dengan kemampuan guru dan kurikulum yang diberlakukan dalam program Penjas di Indonesia. Kemampuan guru harus ditelusuri dari segi nilai acuan (value orientation)
    (Jewet and Bain, 1995) mereka terhadap program yang menjadi tanggung jawabnya selama ini, sedangkan masalah kurikulum dapat dikaji dalam kaitannya dengan kemampuan sebuah kurikulum sebagai sebuah dokumen dalam memberikan keleluasaan kepada guru untuk melakukan interpretasi dalam hal pelaksanaannya.

  5. Baca Selengkapnya Silahkan Download Dibawah Ini :
    1. File Bentuk PDF
    2. File Bentuk DOC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar